17 Juli 2008

Calistung, Mengapa Tidak?

Di Indonesia, calistung (baca-tulis-hitung) untuk anak usia dini merupakan wacana yang kontradiktif. Pemerintah, dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional menghimbau untuk tidak mengajarkan calistung di lembaga/satuan pendidikan anak usia dini, baik jalur formal maupun nonformal. Disisi lain masyarakat secara umum menghendaki calistung sudah diajarkan sejak usia dini, diperkuat adanya beberapa sekolah dasar yang mensyaratkan anak sudah menguasai calistung untuk dapat diterima. Kondisi ini di lapangan direspon satuan PAUD dengan berbagai cara, seperti diajarkan secara diam-diam di satuan PAUD atau diajarkan diluar satuan PAUD bekerjasama dengan lembaga bimbingan belajar (les).
Dari pengalaman dan pengamatan penulis, perbedaan pendapat ini seharusnya tidak terjadi. Anak-anak Indonesia secara umum telah siap membaca pada kisaran usia 4 sampai 6 tahun, bahkan untuk berhitung mereka matang lebih awal. Hanya saja cara yang kurang tepat justru akan memperlambat kesiapan ini atau bahkan merusaknya. Ini, barangkali, yang menjadi alasan pemerintah untuk mengeluarkan himbauan larangan mengajarkan calistung pada anak usia dini. Berpijak dari sini, penulis berkeyakinan bahwa perbedaan pendapat ini dapat diselesaikan dengan cara pemerintah mengijinkan satuan PAUD mengajarkan calistung asal dengan cara yang benar.
Orangtua tidak dapat lepas tangan untuk urusan ini. Lingkungan keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap kesiapan anak menguasai calistung. Perilaku dan sikap anggota keluarga, utamanya orangtua terhadap pemanfaatan calistung sangat menentukan cara belajar anak dalam menguasai kemampuan calistung. Orangtua yang tidak suka membaca secara langsung akan membuat anak segan untuk belajar membaca. Bukantah anak adalah peniru ulung yang diciptakan Tuhan?

Tidak ada komentar: