28 Oktober 2008

Cara Tepat Mengajarkan Membaca dan Menulis

Cara yang tepat mengajarkan membaca dan menulis bagi anak usia dini adalah dengan cara bermain, sesuai dengan tahapan perkembangannya. Mulai edisi ini kita akan bahas jenis bermain apa saja yang dapat mengembangkan kemampuan membaca dan menulis anak serta bagaimana cara melakukannya. Sebelumnya perlu dipahami dulu kompetensi yang harus dikuasai sebelum anak menguasai kemampuan membaca dan menulis. Beberapa kompetensi dimaksud adalah: (1) meningkatnya jumlah kosa kata yang dikuasai (dipahami); (2) mengetahui dan dapat menjalankan perintah; (3) dapat bertanya; (4) bercakap-cakap dengan orang lain, yakni memahami apa yang dikatakan orang lain dan apa yang dikatakannya dipahami orang lain; (5) bercerita atau menjelaskan/menggambarkan sesuatu dengan serangkaian kata-kata; (6) mengenal ”sesuatu” berdasarkan nama, bentuk, ukuran, warna, suara, tekstur, bau, sifat, kegunaan dan komponennya; (7) mengetahui kegunaan bahasa tulis dalam kehidupan sehari-hari; (8) labeling (mengenal bentuk huruf, mengasosiasikan kata); (9) pura-pura membaca; (10) memegang alat tulis; (11) menggambar dan melukis; (12) mencontoh huruf; (13) melengkapi kata; dan (14) merangkai kalimat. Guna melatihkan kompetensi diatas, sedikitnya empat kegiatan yang dapat dilakukan untuk anak usia empat tahun keatas. Kegiatan dimaksud adalah meningkatkan perbendaharaan kata, mencontoh huruf dan mengenal bentuk huruf, membaca ”pura-pura”, merangkai dan melengkapi kata.

Meningkatkan Perbendaharaan/Kosa Kata
Penguasaan kosa kata sangat penting dalam berbahasa dan berkomunikasi. Tingkat keterampilan bercakap-cakap ditentukan oleh tingkat penguasaan kosa kata, dan secara umum anak usia 5-6 tahun telah menguasai 5.000-8.000 kosa kata. Penguasaan kosa kata anak sangat ditunjang oleh media radio dan televisi, meski sebagian diantaranya tidak dipahami anak (rata-rata 10-20% dari seluruh kosa kata yang dikuasai anak). Pada anak yang menggunakan bahasa ibu sama seperti bahasa yang dipergunakan radio dan televisi akan mengalami percepatan penguasaan kosa kata yang sangat berarti bila dibandingkan anak yang menggunakan bahasa ibu lainnya. Penguasaan kosa kata bertalian erat dengan penguasaan konsep yang sangat diperlukan anak dalam menguasai science, matematika, dan kecerdasan kognisi secara menyeluruh. Dengan kata lain penguasaan kosa kata yang disertai dengan konsep atau pemahaman atas kosa kata merupakan pintu penguasaan ilmu pengetahuan. Dalam hal ini kemampuan untuk mengenal ”sesuatu” menjadi sangat penting dan harus menjadi satu kesatuan dengan peningkatan perbendaharaan kata. Pada saat anak belajar mengenal ”sesuatu”, selain mengetahui nama ”sesuatu”, anak juga memahami bentuknya, warnanya, ukurannya (panjang, tinggi, berat), teksturnya, sifat umumnya, bagian-bagiannya (jika memiliki bagian-bagian yang dapat dilihat), suaranya (jika bersuara), dan baunya (jika ada baunya). Yang paling tepat untuk belajar mengenal ”sesuatu” sebaiknya langsung dengan ”sesuatu” atau benda aslinya. Dalam hal ini tentu saja tidak bisa semua benda aslinya dikenalkan kepada anak, oleh karena itu media/alat permainan sangat membantu proses pembelajaran ini. Beberapa media yang dapat dipergunakan antara lain figure dan flash card. Figure berupa tiruan sebuah benda yang biasanya ukurannya lebih kecil dari benda aslinya, sedangkan flash card adalah kartu dengan ukuran paling kecil seperempat halaman folio bergambar dan disertai tulisan yang menunjukkan nama gambarnya.
Kegiatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kosa kata anak antara lain bermain boneka panggung, kantong/kotak misteri, tebak-tebakan, mengisi teka-teki silang, bermain drama (makro dan mikro), berita beranting, bersajak, ”membaca” gambar, merekam suara, tempel label, bermain puzzle, bermain lotto gambar-kata, dan sebagainya. Sering-seringlah melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan penguasaan kosa kata anak, mengingat sedemikian pentingnya kosa kata dalam berbahasa, berkomunikasi dan kemampuan membaca dan menulis anak.

Mencontoh Huruf
Mencontoh huruf merupakan kegiatan ”awal” menulis, yang tentu saja harus didasari dengan kemampuan motorik halus lainnya, seperti kemampuan memegang pensil dan kelenturan pergelangan tangan serta keluwesan membuat garis. Selain untuk memperkuat motorik halus, mencontoh huruf memberikan ”rasa berhasil” kepada anak agar anak menyenangi kegiatan menulis. Kegiatan mencontoh huruf yang populer di lembaga pendidikan anak usia dini saat ini adalah menebalkan huruf bertitik-titik. Kegiatan ini tidak sepenuhnya benar, karena selain tidak bermakna dimana anak menebalkan huruf demi huruf yang sama (huruf ”a” saja satu halaman penuh), kegiatan ini juga membosankan anak. Sebaiknya huruf yang ditebalkan merupakan rangkaian huruf atau kata, dan akan lebih baik apabila diatas rangkaian huruf (kata) dilengkapi dengan gambar yang sesuai dengan kata yang ditebalkan. Kegiatan lain untuk mencontoh huruf yang lebih menyenangkan adalah mencontoh huruf dengan menggunakan berbagai media seperti papan pasir, daun pisang dengan lidi, sabak, papan magnetik, karbon berlapis plastik, pantai atau halaman berpasir, dan sebagainya. Berikan contoh kata dengan dituliskan diatas selembar kertas agar setiap anak mendapatkan kata yang berlainan. Variasi kegiatan ini anak dapat menulis contoh kata dengan lidi atau korek api, playdough atau tanah liat, biji-bijian atau kerikil, dan sebagainya. Disini, media tersebut yang dijadikan tulisan.
Pada saat anak dilatih mencontoh huruf, sekaligus anak harus dikenalkan dengan bentuk huruf. Berdasarkan kesamaan bentuknya, huruf kecil dapat dikelompokkan menjadi (1) adbqpg; (2) oce; (3) nhmu; (4) vwxy; (5) ft; (6) ijl; dan (7) k-r-s-z. Sedangkan huruf besar dikelompokkan sebagai berikut: EFH-ILT-CGOQ-PR-VWXY-KMN-SZ-A-B-D-J-U. Cara pengelompokan huruf berdasarkan bangun yang membentuknya, huruf kecil dibentuk oleh enam bentuk (titik, garis panjang, garis pendek, tiga lengkung-beda ukuran) dan huruf besar dibentuk dari empat bentuk (garis panjang, garis pendek, dua lengkung). Pengelompokan ini untuk memudahkan anak mengingat bentuk huruf yang memang hampir sama itu. Pengenalan dengan cara lain dapat dilakukan sejauh tidak menambah kerumitan berpikir otak anak pada saat huruf-huruf digabungkan menjadi sebuah kata. Gunakan huruf depan nama anak untuk mengenalkan huruf, misalnya f untuk fira, dan biarkan pula setelah itu anak membaca semua kata dengan huruf depan f (fashion, format, fasilitas) selalu dibaca fira. Hindari mengasosiasikan huruf ”f” dengan keris (bentuk huruf f mirip keris didalam sarung), atau huruf ”h” dengan kursi, sebab cara ini akan menyulitkan anak manakala digabungkan menjadi sebuah kata (fh akan dibaca atau setidaknya dipahami anak sebagai keris disandarkan kursi!)
Media atau alat permainan yang dapat dipergunakan untuk mengenalkan bentuk huruf ini antara lain poster abjad, penggaris stensil, karton bentuk huruf, stempel huruf, dan kartu ciluk-baa™. Poster abjad adalah sebuah poster yang setiap abjadnya terdiri dari huruf kecil, huruf besar dan gambar dengan kata berhuruf depan sama, misalnya apel untuk a dan A. Penggaris stensil adalah sebuah papan plastik yang berisi huruf a sampai z, besar dan/atau kecil, yang biasanya dipergunakan untuk menulis di papan atau kertas lebar. Karton bentuk huruf adalah karton atau bahan lain yang terdiri atas titik, garis panjang, garis pendek, tiga lengkung-beda ukuran (untuk huruf kecil) dan garis panjang, garis pendek, dua lengkung (untuk huruf besar). Stempel huruf terdiri atas 26 huruf kecil dan 26 huruf besar dengan ukuran tinggi huruf minimal 2 cm untuk huruf kecil dan untuk huruf besar menyesuaikan.

Membaca ”Pura-pura”
Saat kita, orang dewasa melihat anak sedang berpura-pura membaca sering kita abaikan atau kalau tidak kita menganggap mereka sedang bermain drama dan bahkan tidak jarang kita meledek mereka dengan nada merendahkan. Sebenarnya inilah saat yang tepat untuk memulai pembelajaran membaca bagi anak secara intensif. Tepat karena anak mulai memiliki perhatian terhadap kegiatan membaca. Anak telah pula memahami cara kerja sebuah buku dengan tepat. Sangat menyenangkan apabila anak diajak untuk membuat buku bersama-sama. Sediakan kertas yang cukup tebal dan jilid seperti sebuah buku. Guntinglah serangkaian gambar berseri yang memiliki alur cerita, tempelkan sesuai urutannya di kertas yang telah dijilid sebelumnya. Karanglah tulisan bersama-sama anak untuk disertakan di bagian bawah gambar. Sebaiknya kalimatnya singkat saja sehingga mudah diingat anak. Bagus juga jika menggunakan kalimat berirama. Lebih menyenangkan lagi jika anak diajak membuat buku karangan anak sendiri. Gunakan foto keluarga anak untuk pengganti gambar berseri. Komentar atau cerita anak tentang masing-masing foto dituliskan guru atau orangtua dibawah setiap foto, dengan kalimat yang juga singkat. Bacakan kembali satu dua kali setiap selesai menuliskan.
Selain menggunakan buku buatan sendiri untuk mendorong kegiatan membaca pura-pura, buku anak yang beredar di pasaran dapat digunakan. Pilih tulisan atau ceritanya yang tidak terlalu panjang. Bacakan pelahan dengan intonasi yang jelas sampai buku selesai, tidak perlu langsung diulangi. Bacakan kembali esok hari atau atas permintaan anak. Jangan lupa berikan waktu kepada anak untuk ”membacakan buku” kepada teman-temannya atau kepada kita.

Merangkai dan Melengkapi Kata
Merangkai kata memiliki dua pengertian, pertama merangkai abjad sehingga menjadi sebuah kata, dan yang kedua merangkai kata menjadi kalimat. Dalam pembelajaran membaca dan menulis anak usia dini, merangkai kata mengandung dua pengertian tersebut. Berbeda dengan mencontoh huruf, merangkai abjad menjadi sebuah kata dilakukan setelah anak mulai dapat membaca atau setidaknya mulai mengenali (hafal) kartu kata. Untuk merangkai kata menjadi kalimat, kegiatan yang dapat dilakukan anak anak merangkai kartu-kartu kata. Kartu-kartu kata ini merupakan potongan kartu, dimana masing-masing potongan bertuliskan hanya sebuah kata yang bermakna bagi anak. Hindari kata-kata yang tidak memiliki arti, seperti misalnya cicu, dudu, zizi, dan sebagainya. Pengecualian bila kata-kata yang tidak memiliki arti merupakan nama anak yang ada. Sebaiknya pergunakan kartu dengan ukuran yang sama dan dengan huruf yang memiliki ketinggian sama. Ketinggian huruf untuk anak usia tiga tahun tidak kurang dari tiga setengah centimeter. Meski pun demikian tidak menutup kemungkinan menggunakan huruf guntingan dari bahan cetakan, seperti kalender, judul berita di koran/majalah, dan sebagainya. Awali dengan memberikan sebuah contoh kalimat, baik secara bersama dengan contoh dituliskan di papan tulis atau pun sendiri-sendiri dengan contoh ditulis pada selembar kertas. Selanjutnya bebaskan anak untuk merangkai kalimatnya sendiri.
Kegiatan untuk mengembangkan kemampuan anak merangkai abjad sehingga menjadi sebuah kata lebih banyak lagi, dengan ragam media yang juga lebih banyak. Beberapa media yang dapat digunakan anak adalah penggaris stensil, stempel huruf, kartu huruf, puzzle abjad, merjan (ronce) huruf, dan abjad bermagnet (magnetic alphabet). Salah satu kegiatan yang secara umum menarik bagi anak adalah memancing huruf. Untuk kegiatan ini sediakan alat pancing (joran) dengan kail magnet dan kartu huruf yang diberi klip logam, kartu huruf ini akan lebih menarik bila bentuknya seperti ikan, dengan jumlah yang memadai atau cukup untuk semua anak yang ikut bermain. Sebelum anak-anak memulai kegiatan memancingnya, berikan tugas kata apa yang harus disusun oleh setiap anak. Tugas dapat diberikan secara tertulis maupun lisan. Sedangkan kata yang harus disusun oleh masing-masing anak sebaiknya tidak sama agar permainan berjalan lebih seru dan anak tidak belajar nyontek dari temannya.
Melengkapi kata merupakan kegiatan melengkapi huruf yang dihilangkan dari sebuah kata (biasanya satu huruf). Selain untuk menambah kosa kata kegiatan ini melatih ketepatan penulisan, kesalahan yang paling sering kita lakukan sampai dewasa. Kegiatan ini sebaiknya diawali dengan menggunakan flash card yang salah satu hurufnya dihilangkan. Bentuknya seperti kartu dengan lebar seperempat halaman folio, bergambar dan disertai tulisan yang menunjukkan nama gambarnya. Sebagai contoh gambar apel dengan tulisan dibawahnya ”a...el”. Berikutnya dapat menggunakan kartu kata yang dihilangkan salah satu hurufnya dan tentu saja kata yang akan dilengkapi anak akan lebih beragam. Misalnya kata ”b...ku”, bisa menjadi ”buku”, ”baku”, ”beku”, ”biku”, dan tentu tidak untuk kata ”boku” yang tidak memiliki arti dalam bahasa Indonesia. Sebaiknya setelah anak melengkapinya, mintalah anak untuk menjelaskan arti kata yang berhasil disusunnya. Permainan yang juga menarik bagi anak untuk ini adalah skrabel (scrabell) dan mengisi teka-teki silang.

Kegiatan Tambahan
Selain kegiatan diatas, biasakan anak untuk:
1. Akrab dengan kegunaan tulisan dalam kehidupan sehari-hari. Ajak anak memasak makanan dengan menggunakan resep atau arahkan agar anak mau bermain drama (macro dramatic play) yang melibatkan tulisan, seperti resep obat saat anak bermain dokter-pasien-apotek, menu saat anak bermain restoran, daftar belanjaan dan daftar harga saat anak bermain supermarket. Menarik juga setelah kegiatan keluar lembaga anak dimintalah membuat laporan tertulis dalam bentuk gambar, tulisan atau gabungan gambar dan tulisan.
2. Menuliskan atau menerakan namanya pada setiap hasil karya anak. Mula-mula beri kesempatan mereka untuk mencontoh tulisan nama dirinya. Secara bertahap biasakan anak untuk memberi judul dan menuliskan judul pada setiap hasil karya mereka.

Bagaimana cara melakukan jenis-jenis permainan secara terinci akan dibahas pada edisi mendatang.

13 Agustus 2008

Mengajarkan Membaca dan Menulis

Mengajarkan membaca, menulis dan berhitung kepada anak bukan persoalan mudah. Meski pun sejak berakhirnya jaman prasejarah, kemampuan membaca dan menulis dimiliki manusia, dan sejak itu pula kemampuan membaca dan menulis, serta berhitung diajarkan. Bahkan kemampuan membaca, menulis dan berhitung pernah menjadi dan tetap menjadi fokus pendidikan di segala jaman. Tidak terhitung jumlah para ahli dari jaman ke jaman yang merumuskan bagaimana cara mengajarkan membaca dan menulis serta berhitung.
Jika demikian mengapa pemerintah menghimbau untuk tidak mengajarkan membaca dan menulis serta berhitung pada anak usia dini? Ada apa dibalik himbauan ini? Alasannya sederhana, pengajaran membaca dan menulis yang dilakukan sejak dini usia sering dipaksakan. Anak yang belum siap menguasai kemampuan membaca dan menulis, jika dipaksakan berakibat buruk pada perkembangan mereka lebih lanjut. Anak menjadi enggan atau bahkan takut membaca sebagai akibat dari tertekannya anak saat belajar membaca, bisa juga karena anak sulit memahami apa yang dibaca (karena anak hanya belajar mengeja), atau anak merasa capek menggerakkan kepala (bukan bola mata) saat membaca. Dampak dari tidak suka membaca pada anak dini, mempersulit kita untuk meningkatkan kecerdasan anak dan tahapan perkembangan berikutnya. Sebab membaca dan juga menulis merupakan bagian dari kemampuan berkomunikasi yang merupakan pintu kecerdasan.

Membaca Merupakan Kegiatan Kompleks
Kemampuan untuk membaca (dan menulis) tidak dimulai dengan mengenalkan abjad kepada anak. Jauh sebelum anak
mengenal abjad, anak harus menguasai banyak kemampuan dasar yang diperlukan untuk menguasai kemampuan membaca dan menulis. Anak akan mendapatkan kesulitan mengenali abjad jika anak belum dapat membedakan bentuk. Setiap abjad tidak sama bentuknya. Pengetahuan bahwa tulisan mewakili sesuatu (bermakna) harus dipahami sebelum anak belajar merangkai abjad. Tanpa pemahaman ini penguasaan kosa kata yang juga menjadi dasar untuk berkomunikasi akan melambat. Jika sudah demikian kemampuan belajar anak akan menurun karena anak semakin sulit memahami isi pesan yang disampaikan orang lain, lisan maupun tulisan.
Tingkat kemampuan anak untuk membaca dan menulis ditentukan sejak lahir. Anak yang bermasalah dengan pendengarannya sejak lahir akan mendapatkan kesulitan yang luar biasa untuk dapat belajar membaca dan menulis. Respon terhadap suara harus distimulasikan sejak anak lahir. Berangkat dari mengenali suara, menggerakkan bola mata mengikuti gerakan benda, menoleh saat namanya dipanggil, meraban/mengeluarkan suara-suara merupakan kemampuan dasar awal berkomunikasi yang harus distimulasikan sebelum anak berusia enam bulan. Kemampuan awal berkomunikasi ini berpengaruh besar terhadap kecepatan anak menguasai kemampuan membaca.
Tahapan berikutnya adalah mengenali benda-benda di sekitarnya. Sebutkan nama-nama dari benda yang dilihat anak untuk mengembangkan penguasaan kosa kata anak sekaligus konsep. Ini diperlukan karena setiap kosa kata selalu memiliki atau mewakili makna/arti tertentu. Pada saat anak mengenali benda, selain nama dari benda dimaksud, anak juga mempelajari bentuk, tekstur, warna, ukuran, rasa dan bau, serta lebih jauh kegunaan benda. Pada tahapan ini selain mempelajari kosa kata dan konsep, anak juga belajar dasar-dasar matematika. Tanpa pemahaman adanya konsep dalam setiap kosa kata, anak akan kesulitan menyampaikan keinginan melalui kata-kata, anak juga akan mendapatkan kesulitan untuk memahami pembicaraan orang lain.
Setelah anak dapat berkomunikasi secara lisan, pemahaman bahwa simbol-simbol (termasuk tulisan) mewakili sebuah makna harus distimulasikan. Harus juga dipahamkan bahwa kata-kata yang diucapkan dapat ditulis dan dibacakan kembali. Tahapan yang sering disebut dengan labeling ini ditunjukkan oleh kemampuan anak mengenali sebuah tempat dengan melihat bentuk logo yang ada di tempat itu. Anak secara cepat menyebutkan nama sebuah super market pada saat matanya melihat logo super market yang ada. Inilah saat yang tepat memperkenalkan tulisan.
Pada tahapan labeling ini anak mulai belajar menulis, dimulai dengan bentuk abjad yang terbalik dan tidak lengkap, kemudian menjadi bentuk yang lebih sempurna meskipun rangkaian abjad yang dituliskan masih sering tidak lengkap (misalnya ditulis ”al” atau ”apl” untuk ”apel”). Kemampuan menulis ini pun memerlukan serangkaian kemampuan lainnya. Mulai dari kemampuan untuk menggunakan jari penjepit (ibu jari dan telunjuk), cara memegang pensil (tidak digenggam), kelenturan pergelangan tangan, koordinasi mata dengan tangan, dan koordinasi tangan (lengan-telapak tangan-jari) itu sendiri.

Metode yang Tepat
Kompleknya kemampuan membaca dan menulis ini menyebabkan orangtua dan juga pendidik kesulitan untuk mengajarkan kemampuan ini secara tepat. Sebelum membahas metode mana yang paling tepat, perlu sedikit memahami berbagai metode yang saat ini sedang populer di Indonesia.
1. Metode cantol. Dengan metode ini anak dikenalkan dengan sebuah suku kata yang terdiri atas satu konsonan yang dirangkai dengan lima vokal (BA, BI, BU, BE, BO). Disini anak diminta merangkai suku kata, tanpa harus memperhatikan kata yang dibuat memiliki arti atau tidak. Dengan metode ini anak akan cepat menghafal bentuk abjad, sehingga dengan cepat mengeja. Kelemahannya kemampuan membaca anak menjadi lambat, karena anak sulit memahami arti yang dibaca dan dalam jangka panjang merugikan anak. Sebagaimana kita ketahui, “kata” merupakan simbol atas sesuatu (benda, sifat, kerja, dsb), bukan sekedar rangkaian abjad, sehingga kata yang tidak bermakna (contoh: BOBA) akan memperlambat penguasaan kosa kata dan konsep sehingga menghambat kecerdasan lainnya (ingat kemampuan berkomunikasi merupakan pintu kecerdasan). Kata yang tidak bermakna juga akan membuat anak malas membaca karena anak sulit/tidak paham akan tulisan yang mereka eja.
2. Metode SAS. Mula-mula anak dikenalkan kalimat, dari kalimat diurai ke kata, dari kata menjadi suku kata, dari suku kata menjadi abjad, kemudian dari abjad dijadikan suku kata, dari suku kata menjadi kata, kembali dari kata menjadi kalimat. Contoh populer: (1) ini budi (2) budi (3) bu-di (4) b-u-d-i (5) bu-di (6) budi (7) ini budi. Pada metode ini kata yang dijadikan contoh umumnya kata yang bermakna, anak merangkai kalimat dari kosa kata yang telah dikenalnya. Pada saat yang bersamaan, anak harus melakukan sedikitnya 7 kegiatan sekaligus sehingga tidak jarang anak menjadi tertekan, disamping tidak memberi kesempatan kepada anak untuk mempelajari kosa kata. Seharusnya, saat anak mempelajari kosa kata, sangat penting dan lebih bermakna bila anak juga diberi kesempatan mempelajari konsep atau makna dari kosa kata.
3. Metode Iqro’. Pada metode ini anak mula-mula dikenalkan dengan abjad (utamanya konsonan) yang kemudian dirangkai dengan vokal (A-I-U-E-O). Pembelajaran dimulai dengan memperkenalkan dua konsonan dan lima vokal (a, i, u, e, o) disusun menjadi suku kata dan kata. Kelebihan dan kelemahan metode ini hampir sama dengan metode cantol.
4. Metode Glenn Doman. Metode yang sering dikenal dengan mengajarkan bayi membaca ini dilakukan dengan cara secara cepat (2 detik) ditunjukkan kepada anak sekumpulan kartu kata sambil dibaca oleh pendidik. Pada setiap pertemuan dikenalkan sekitar 5 kartu kata dan setiap kartu kata ditunjukkan tiga kali. Ukuran huruf pada kartu kata disesuaikan dengan kemampuan melihat anak (dimulai dari tinggi huruf 7,5-10 cm, 5-7,5 cm, dan 3,5-5 cm) dan kata yang dikenalkan (melalui kartu kata) dimulai dengan kata-kata yang dikenal (orang-orang didekatnya). Meskipun metode ini dapat membuat anak membaca “simbol” lebih cepat, metode ini kurang menarik bagi anak.
Sebelum memilih dan menentukan metode yang tepat, pendidik harus memahami tahapan perkembangan anak yang terkait dengan kemampuan membaca dan menulis.
Anak usia 3-4 tahun secara umum penguasaan kosa kata berkembang pesat, 75-80% kosa kata yang diucapkan dipahami, anak dapat menggunakan 3-5 kata untuk menjelaskan dan menggambarkan sesuatu, anak paham kata yang diucapkan dapat ditulis dan dibacakan kembali sehingga anak senang membuat coretan dengan berbagai media dan lebih terkontrol, dapat mendengarkan cerita lebih lama dan menebak kelanjutan cerita berdasarkan pengalaman mereka, anak suka pura-pura membaca, dan memahami kegunaan tulisan dalam kehidupan (daftar belanjaan, resep). Pada usia ini kegiatan yang tepat untuk mengajarkan baca-tulis-hitung adalah membacakan buku cerita, menggambar dengan menggunakan berbagai alat, (anak) menceritakan isi buku, bermain peran yang banyak berhubungan dengan tulisan, panggung boneka, kegiatan yang melatihkan jari penjepit dan memegang pensil dengan benar, memasak dengan menggunakan buku resep.
Usia 4-5 tahun, anak menggunakan 5-6 kata untuk menjelaskan dan menggambarkan sesuatu, dapat membuat kalimat yang lebih rumit, mulai sadar terhadap perbedaan suara yang dihasilkan dalam bahasa lisan dan yang dapat dimanipulasi, senang mengarang cerita (mengawinkan kenyataan dengan hayalan) dan membuat lagu sendiri, serta mulai tertarik dengan tulisan (mencoba membaca dan coretannya membentuk abjad). Kegiatan yang tepat antara lain menceritakan foto keluarga, menggambar dengan menggunakan berbagai alat/bahan/media, memberi judul atas hasil karyanya, bermain peran yang melibatkan dua anak atau lebih terlibat dalam dialog, menceritakan kartu bergambar yang memperlihatkan sebuah proses atau urutan, meronce dengan pola, panggung boneka, bermain stensil huruf, mencari pasangan, mencari jejak (melatih anak membuat garis), bermain kartu kata, lotto.
Pada usia 5-6 tahun telah menguasai 5.000-8.000 kosa kata, sehingga lebih terampil bercakap-cakap. Anak juga semakin tertarik pada kegiatan yang memerlukan motorik halus seperti menggambar, menulis, menggunting, dan handycraft/kerajinan tangan. Beberapa mulai membaca (anak siap membaca) dan menulis. Selain melanjutkan kegiatan untuk usia sebelumnya, kegiatan yang sesuai untuk usia ini adalah kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan daya tahan dan kelenturan tangan untuk menulis (seperti menggambar, menggunting, meronce, dan membuat kerajinan tangan), melatihkan koordinasi tangan dengan mata (misalnya bermain balok unit dan alat mainan manipulatif lainnya), dan mengakrabkan anak dengan buku. Jenis-jenis kegiatan yang berguna untuk mengembangkan kemampuan membaca dan menulis diatas, secara terinci akan dibahas dalam tulisan mendatang.

Buku, Buku, dan Buku
Menurut Wells (1981) keberhasilan membaca dan menulis pada pendidikan dasar berhubungan dengan pengalaman anak dengan buku selama usia prasekolah. Wells lebih lanjut menjelaskan selama mengeksplorasi (bukan membaca) buku anak akan memahami bahwa buku itu menyenangkan, anak mempelajari bagaimana kerja buku, dan menyadari bahwa tulis dalam buku mempunyai arti, serta memahami bahwa tulisan dan ucapan (saat buku dibacakan) saling berhubungan. Pengetahuan cara kerja buku membentuk konsep membaca bagi anak, seperti misalnya buku dengan tulisan latin dibaca dari kiri ke kanan dan sebaliknya untuk tulisan arab, kalimat dan kata yang tersusun memiliki makna atau perlu simpulan makna atas kalimat yang tertulis, dan belajar membaca buku dimulai dari tempat tertentu dan berakhir di tempat tertentu.
Kenalkan buku dengan cara dibacakan. Pilihlah buku yang tidak terlalu tebal sebagai buku pertama yang dibacakan dan seiring dengan meningkatnya konsentrasi anak ketebalan buku yang dibacakan ditambah. Tunjukkan kepada anak darimana buku mulai dibaca dan diakhiri. Jangan lupa setelah membacakan buku, diskusikan apa isi buku bersama dengan anak. Biarkan mereka membuat simpulan atas buku yang selesai dibacakan. Berikan juga kesempatan kepada anak untuk memegang dan membuka-buka buku.Setelah mempelajari tahapan diatas jelas bahwa melalui cara bermain dengan kegiatan yang disesuaikan dengan tahapan perkembangan anak merupakan cara yang tepat untuk mengajarkan membaca dan menulis. Tentu saja buku merupakan sarana belajar yang harus ada dan dibiasakan untuk disentuh, dibuka dan dibaca anak. (ekkopadu)

17 Juli 2008

Calistung, Mengapa Tidak?

Di Indonesia, calistung (baca-tulis-hitung) untuk anak usia dini merupakan wacana yang kontradiktif. Pemerintah, dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional menghimbau untuk tidak mengajarkan calistung di lembaga/satuan pendidikan anak usia dini, baik jalur formal maupun nonformal. Disisi lain masyarakat secara umum menghendaki calistung sudah diajarkan sejak usia dini, diperkuat adanya beberapa sekolah dasar yang mensyaratkan anak sudah menguasai calistung untuk dapat diterima. Kondisi ini di lapangan direspon satuan PAUD dengan berbagai cara, seperti diajarkan secara diam-diam di satuan PAUD atau diajarkan diluar satuan PAUD bekerjasama dengan lembaga bimbingan belajar (les).
Dari pengalaman dan pengamatan penulis, perbedaan pendapat ini seharusnya tidak terjadi. Anak-anak Indonesia secara umum telah siap membaca pada kisaran usia 4 sampai 6 tahun, bahkan untuk berhitung mereka matang lebih awal. Hanya saja cara yang kurang tepat justru akan memperlambat kesiapan ini atau bahkan merusaknya. Ini, barangkali, yang menjadi alasan pemerintah untuk mengeluarkan himbauan larangan mengajarkan calistung pada anak usia dini. Berpijak dari sini, penulis berkeyakinan bahwa perbedaan pendapat ini dapat diselesaikan dengan cara pemerintah mengijinkan satuan PAUD mengajarkan calistung asal dengan cara yang benar.
Orangtua tidak dapat lepas tangan untuk urusan ini. Lingkungan keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap kesiapan anak menguasai calistung. Perilaku dan sikap anggota keluarga, utamanya orangtua terhadap pemanfaatan calistung sangat menentukan cara belajar anak dalam menguasai kemampuan calistung. Orangtua yang tidak suka membaca secara langsung akan membuat anak segan untuk belajar membaca. Bukantah anak adalah peniru ulung yang diciptakan Tuhan?

16 Juli 2008

Mengapa Orangtua Harus Cerdas

Untuk mendidik tidak lagi cukup didasarkan atas naluri atau diserahkan lepas kepada lembaga pendidikan. Mendidik yang didasarkan atas naluri cenderung memperlakukan anak sebagai mahkluk yang tidak berdaya, selalu butuh bantuan dan perlindungan, sehingga tanpa disadari orangtua membatasi kemampuan belajar anak. Menyerahkan sepenuhnya pendidikan kepada lembaga/satuan pendidikan, apalagi ke lembaga pendidikan yang tidak jelas program pembelajarannya, petaka bagi anak yang akan dibawa seumur hidup anak. Ini adalah alasan mengapa menjadi orangtua harus cerdas dalam mendidik anak.
Kecerdasan dalam mendidik mengharuskan orangtua untuk selalu belajar dan belajar. Banyak sekali cara belajar yang dapat dilakukan, seperti dengan membaca buku, menonton video/televisi tentang pendidikan, seminar, pelatihan, dan juga dengan menelusuri halaman website.